Meningkatkan Tax Ratio di Indonesia: Bagaimana Peran Generasi Muda?

 

Meningkatkan Tax Ratio di Indonesia: Bagaimana Peran Generasi Muda?

Oleh: Pierre Canry Rambe Manalu

Kemampuan suatu negara dalam mengumpulkan pajak dari kegiatan ekonomi masyarakatnya tercermin dalam besaran tax ratio. Tax ratio adalah perbandingan antara penerimaan pajak suatu negara terhadap produk domestik bruto (PDB), yang menggambarkan total nilai akhir dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu.

Sebagai negara yang pendapatan terbesarnya berasal dari pajak, peningkatan tax ratio merupakan langkah strategis bagi Indonesia untuk memperkuat pembiayaan pembangunan. Upaya ini berdampak positif pada penyediaan infrastruktur, peningkatan pelayanan publik, serta pengurangan ketergantungan terhadap utang luar negeri.

Saat ini, rasio pajak Indonesia tercatat sebesar 10,4 persen. Angka ini masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara lain seperti India (17,3 persen) dan Filipina (15,6 persen). Baru-baru ini, pemerintah mengumumkan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan mulai berlaku pada awal tahun 2025. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyebutkan bahwa kebijakan ini merupakan langkah dalam meningkatkan tax ratio Indonesia (Pitaloka, 2024).

Kebijakan pemerintah dalam menaikkan tarif PPN telah memicu polemik di media massa, terutama media sosial. Dilansir dari laman DJP, saat ini tengah muncul fenomena “no viral no justice,” yaitu gejala di mana perhatian publik terhadap isu keadilan lebih banyak dipengaruhi oleh popularitas di media sosial dibandingkan substansi permasalahan (Sibarani, 2024). Berita negatif yang beredar terkait kenaikan tarif PPN memicu respons emosional dan kemarahan publik terhadap otoritas pajak. Banyak masyarakat yang lebih memilih menggunakan media sosial untuk menyampaikan keluhan dan kritik mengenai besaran pajak yang harus mereka bayar, daripada memanfaatkan media sosial sebagai forum diskusi untuk mencari solusi atau berdiskusi secara konstruktif.

Generasi muda memiliki peran yang sangat penting dalam merespons isu-isu strategis seperti kebijakan publik, terutama di era perkembangan teknologi yang sangat pesat. Sebagai kelompok yang paling akrab dengan media sosial, generasi muda tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga berpotensi sebagai pembentuk opini publik yang kuat. Dalam konteks kebijakan kenaikan tarif PPN dan polemik yang menyertainya, generasi muda dapat menjadi garda terdepan dalam memastikan kebenaran informasi yang beredar di media sosial. Sikap kritis terhadap berita negatif yang menyesatkan sangat diperlukan untuk menjaga diskusi tetap objektif dan produktif. Generasi muda dapat mendorong masyarakat untuk tidak hanya mengeluhkan kebijakan, tetapi juga mencari solusi yang dapat membantu pemerintah meningkatkan penerimaan negara dengan cara yang kondusif.

Untuk mewujudkan hal tersebut, generasi muda dapat memanfaatkan komunitas seperti komunita kemenkeu, sebagai wadah bagi generasi produktif yang peduli terhadap pengelolaan #UangKita. Melalui komunita, generasi muda dapat menjalin networking dengan sesama individu yang memiliki minat dan visi yang sama terkait keuangan negara. Dalam Komunita, generasi muda dapat saling berbagi pengetahuan, pengalaman, serta gagasan inovatif untuk menciptakan solusi yang komprehensif terhadap berbagai tantangan fiskal yang dihadapi Indonesia.

Sebagai generasi yang adaptif terhadap teknologi, generasi muda diharapkan mampu memanfaatkan media sosial sebagai alat edukasi untuk mengklarifikasi informasi yang salah dan memberikan pandangan yang solutif terhadap isu-isu terkait. Salah satu permasalahan yang dapat diangkat oleh generasi muda adalah maraknya korupsi di Indonesia yang berdampak besar pada keuangan negara. Dengan skor Corruption Perception Index (CPI) sebesar 34, Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam memberantas budaya korupsi yang menggerogoti sumber daya negara. Generasi muda dapat mendorong kampanye anti-korupsi yang lebih masif dan menjadi agen perubahan untuk memperbaiki tata kelola keuangan negara. Mereka dapat memanfaatkan media sosial untuk menggalang dukungan publik dalam mendesak transparansi anggaran dan akuntabilitas pejabat negara.

Selain itu, generasi muda juga dapat berkontribusi dalam memberikan usulan konkret untuk meningkatkan tax ratio tanpa harus mengambil kebijakan peningkatan tarif pajak. Salah satu mekanisme yang dapat diusulkan adalah perluasan basis pajak melalui penetapan tarif cukai atas barang-barang tertentu seperti minuman berpemanis dan kantong plastik. Kedua produk ini telah terbukti memberikan dampak negatif bagi masyarakat, baik dari sisi kesehatan maupun lingkungan.

Dilansir dari International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2021, Indonesia menduduki peringkat ke-5 sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia, yaitu 19,5 juta orang (Rahma, 2024). Angka ini diprediksi meningkat menjadi 28,6 juta pada tahun 2045 jika tidak ada upaya signifikan untuk menekan konsumsi gula berlebih yang menjadi salah satu penyebab utama diabetes dan obesitas. Oleh karena itu, penetapan tarif cukai atas minuman berpemanis dapat menjadi langkah strategis untuk mengurangi konsumsi gula di kalangan masyarakat.

Sementara itu, cukai atas kantong plastik dapat membantu mengatasi tantangan besar pencemaran lingkungan. Sebagai negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China, Indonesia menghadapi dampak serius terhadap ekosistem akibat tingginya penggunaan plastik sekali pakai. Dengan kebijakan ini, pemerintah tidak hanya dapat mengurangi pencemaran lingkungan tetapi juga mendorong perubahan perilaku konsumsi masyarakat menuju gaya hidup yang lebih ramah lingkungan. Melalui gagasan seperti ini, generasi muda dapat berperan aktif dalam membantu pemerintah merancang solusi yang lebih komprehensif dan berkelanjutan, baik untuk kesehatan masyarakat maupun kelestarian lingkungan.

Selain mengusulkan perluasan basis pajak, generasi muda juga dapat mendorong peningkatan intensifikasi dan ekstensifikasi wajib pajak, salah satunya melalui penguatan mekanisme pengawasan dan monitoring. Pendekatan ini sejalan dengan gagasan eks Direktur Pajak, Hadi Poernomo, yang menyatakan bahwa peningkatan rasio pajak dapat dicapai dengan meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui monitoring self-assessment (Alaydrus, 2024). Dengan memaksimalkan pengawasan, pemerintah dapat memastikan bahwa setiap wajib pajak memenuhi kewajibannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Generasi muda dapat berperan dalam menciptakan kesadaran publik mengenai pentingnya membayar pajak melalui program edukasi kreatif, seperti membuat konten informatif di media sosial atau menyelenggarakan diskusi daring. Dengan demikian, mereka dapat membangun budaya pajak yang lebih baik di kalangan masyarakat.

Peran aktif generasi muda tidak hanya terbatas pada menyuarakan pendapat di media sosial, tetapi juga ikut terlibat dalam langkah nyata untuk meningkatkan penerimaan pajak negara. Mereka dapat berkolaborasi dengan institusi pendidikan, organisasi masyarakat, atau pemerintah untuk merancang program yang mendorong kepatuhan pajak misalnya, generasi muda dapat menjadi relawan dalam program literasi pajak yang ditujukan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya pajak bagi pembangunan negara. Melalui langkah ini, generasi muda dapat menjadi agen perubahan yang tidak hanya solutif, tetapi juga inovatif dalam menjawab tantangan yang dihadapi negara.

Pada akhirnya, peran generasi muda sebagai pembawa perubahan sangatlah penting dalam menghadapi isu-isu strategis yang berdampak pada keuangan negara. Dengan sikap kritis, inovatif, dan solutif, mereka dapat membantu menyelaraskan diskusi publik dengan tujuan nasional yang lebih besar, yaitu memperkuat penerimaan negara demi pembangunan berkelanjutan. Melalui networking yang terbangun dalam komunita, generasi muda dapat lebih aktif dalam mendorong kampanye publik mengenai pentingnya pengelolaan #UangKita yang transparan dan akuntabel. Dengan menjalin kolaborasi yang solid, komunita menjadi katalisator yang menyatukan semangat dan kontribusi generasi muda untuk menciptakan Indonesia yang lebih maju dan berkelanjutan.

Referensi:


Komentar